Yogyakarta, (nupurworejo.com) – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY (PWNU DIY) menggelar acara sarasehan bertajuk “Menakar Masa Depan NU dan Pesantren Dalam Menyongsong An Nahdlah Ats Tsaniyah (Kebangkitan Kedua)” bertempat di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta pada senin siang (22/3/2021). Sarasehan tersebut mengundang para kiai sepuh dari tiga kepengurusan wilayah, yaitu PWNU Jawa Timur, PWNU Jawa Tengah, serta PWNU DIY. Ketua Tanfidiyah PCNU Purworejo KH. Drs. Farid Solihin, M.MPd turut hadir dalam acara tersebut.
Baca Juga :
PAC ANSOR BAGELAN GELAR KONFERANCAB TAHUN 2021
PELETAKAN BATU PERTAMA PEMBANGUNAN GEDUNG MWC NU BENER, WUJUTKAN CITA-CITA WARGA NAHDLIYYIN
Para kiai NU yang hadir antara lain KH Ubaidillah Faqih (Langitan, Tuban), KH Abdussalam Shohib (Denanyar, Jombang), KH Abdul Hakim Mahfudh (Tebuireng, Jombang), KH Mu’adz Thohir (Kajen, Pati), KH Yusuf Chudlori ( Tegalrejo, Magelang), dan KH Adib Rofi’uddin (Buntet, Cirebon), dan sejumlah kiai lainnya.
Sarasehan tersebut menghadirkan empat narasumber. Yakni Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh, Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, dan Yenny Wahid, putri Gus Dur.
Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, “tantangan era milenial dan realitas pasca pandemi telah membawa perubahan-perubahan sosial, budaya serta politik yang sangat fundamental. Ruang fisik bagi aktualisasi tradisi pun semakin menyempit.”
Di tengah situasi ini, menurut Gus Yahya, NU sebagai organisasi (jam’iyyah) membutuhkan penjernihan agar gesturnya bisa menghadirkan cita-cita dasar yakni khitthah Nahdliyyah secara lebih utuh.
“Tahliyatul jam’iyyah (menjernihkan organisasi) itu menuntut penegasan agenda-agenda dan penataan (tandhim) organisasi yang lebih rapi untuk menjalankan strategi secara koheren, padu dan terarah,” tandas Gus Yahya.
Menurut pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang ini, untuk mewujudkan harapan tersebut perlu sekurang-kurangnya tiga hal. “Visi masa depan yang valid, komitmen kepemimpinan yang kokoh, dan konstruksi (tandhim) organisasi yang koheren,” kata Gus Yahya.
Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh menekankan soal kebutuhan yang mendesak untuk mengonsolidasikan struktur kepengurusan NU hingga ke ranting-ranting. KH Ubaidillah mengusulkan perlunya mengakomodasi elemen-elemen kreatif yang saat ini masih di luar struktur.
“NU didirikan dalam rangka pertalian sanad ulama sehingga harus diambil alih jam’iah untuk menuju kemandirian dan penguatan MWC adalah kunci pembangunan NU”, ujarnya.
Sedangkan Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar menyoroti tiga kebutuhan mendasar bagi NU ke depan.
“Pertama, mengawal regenerasi kepemimpinan untuk memelihara kredibilitas NU di tengah masyarakat dengan melestarikan tradisi kitab kuning dan menjaga kepercayaan warga sebagai dasar pembentukan jam’iah yang kuat . Kedua, menyiapkan generasi penerus yang memadahi sehingga sehingga tidak muncul kaderisasi dari orang lain”, Ketiga, menghadirkan NU secara nyata dalam dinamika masyarakat dengan cara menjaga masyarakat dari intervensi kelompok lain dan selalu mengamalkan amaliyah nahdliyah serta mampu membentuk tim khusus untuk membela wibawa NU dan Pimpinan NU” jelasnya.
Di sisi lain, Yenny Wahid mengingatkan tantangan-tantangan NU yang muncul akibat berbagai macam disrupsi, baik teknologi maupun disrupsi akibat pandemi.
“NU dan Pesantren dapat mendampingi warga dalam menghadapi problematika kehidupan dan diharapkan mampu merespons disrupsi-disrupsi itu secara tepat dan strategis,” harap Yenny Wahid