STAINU Resmi Menjadi Lembaga NU, Ketua PBNU: Kita Doakan Menjadi Institut – Warta Nahdliyyin

Menu

Mode Gelap
PR IPNU IPPNU Kaliwungu Gelar Makesta dan Pembentukan Pengurus Anggota Tertinpa Musibah Kebakaran, MWCNU Bagelen Galang Solidaritas Mahasiswa HMPS Prodi PAI Stainu Purworejo Gelar Musma PR GP Ansor Bedono Pageron Kecamatan Kemiri Resmi Dilantik Bayan Bersholawat, Sekaligus Santunan Anak Yatim

Berita · 23 Agu 2021 00:34 WIB ·

STAINU Resmi Menjadi Lembaga NU, Ketua PBNU: Kita Doakan Menjadi Institut


					STAINU Resmi Menjadi Lembaga NU, Ketua PBNU: Kita Doakan Menjadi Institut Perbesar

PURWOREJO, nupurworejo.com – Ketua PBNU Bidang Pendidikan Dr. H. Hanief Saha Ghafur menghadirkan kegiatan acara pelantikan badan pelaksana penyelenggara (BPP) dan serah terima Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Purworejo dari YASPINU Purworejo kepada badan hukum perkumpulan Nahdlatul Ulama, acara berlangsung di Auditorium STAINU Purworejo, Sabtu (21/8) Sore.

Baca juga: STAINU Resmi Diserahkan ke Lembaga NU

Ketua PBNU Bidang Pendidikan Dr. H. Hanief Saha Ghafur menyampaikan pendidikan itu merupakan mobilitas bagi kita, bagi dosen dan mahasiswanya untuk dapat meningkat ke tingkat yang lebih tinggi lagi, instrumentnya adalah pendidikan. Jadi kalau pendidikan yang baik maka akan membawa kita untuk lebih baik lagi, itulah yang namanya kita sebut karir, maka dari itu semua pendidikan adalah instrumen untuk mengantarkan karir.

“Untuk itu Nahdlatul Ulama harus punya konsep yang luar biasa untuk memperkuat pendidikannya,  mulai dari TK SD SMP Madrasah sampai ke perguruan tingginya. Jangan sampai kemudian menjadi lembaga pendidikan yang tidak baik tidak bermutu ketinggalan dan sebagainya,” pesan Hanief.

Dijelaskan Hanief, terkait dengan perguruan tinggi Nahdlatul Ulama saat ini memiliki 258 perguruan tinggi dari 258 perguruan tinggi itu tersebar di seluruh Indonesia Insyaallah yang terbanyak ketimbang perguruan tinggi Muhammadiyah.

“Perguruan tinggi 258 yang terbanyak 70 persen nya adalah perguruan tinggi agama, seperti STAINU, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ilmu Tarbiyah dan seterusnya selebihnya 30 persen adalah perguruan tinggi yang membuka Prodi Prodi umum misalnya seperti Unisma Malang, Unusa Surabaya, Unusu Sumatera Utara, hampir di seluruh provinsi di Indonesia kita punya perguruan tinggi walaupun tidak seluruhnya seperti di Papua, Sulawesi Utara,” jelas Hanief.

Ditambahkan Hanief, hal penting yang perlu kita kedepan ketahui bahwa kalau membangun masjid itu tidak dikompetisikan, kalau membangun rumah sakit membangunya rumah sakit itu tidak boleh dikompetisikan, tetapi kalau membangun pendidikan membangun sekolah membangun perguruan tinggi secara sistem di seluruh dunia itu dipaksa masuk ke dalam struktur persaingan, jadi perguruan tinggi memang harus maju, harus kuat, harus bermutu. Karena dipaksa masuk di dalam sistem seluruh dunia itu adalah masuk ke dalam struktur persaingan yang mungkin keras.

Baca juga:  Kader Muda NU Serukan Pentingnya Jaga Ekosistem Lingkungan

“Tidak ada rengking-rengking masjid dan rumah sakit terbaik di dunia tetapi ranking perguruan tinggi itu ada. Oleh karena itu kita harus konsisten untuk membangun perguruan tinggi yang baik yang mampu bersaing yang kuat dan bermutu,” pesan Hanief.

Disebutkan Hanief, kalau selama ini Nahdlatul Ulama mungkin masih lemah dalam hal seperti itu, tapi mungkin kita ke depan harus investasi, mungkin sekarang yang dibutuhkan adalah investasi yang bukan gedung tinggi tinggi, tapi investasi pendidikan berbasis IT. Seperti halnya STAINU bisa mempunyai pembelajaran di pesantren bisa juga punya pembelajaran di kecamatan-kecamatan didalam Kabupaten Purworejo.

“Jadi tidak perlu ragu untuk besar, tidak perlu ragu lagi STAINU itu untuk menjadi perguruan tinggi bahkan nantinya bisa tumbuh besar, Karena Nahdlatul Ulama itu punya basis yang kuat. Jangan hanya basis saja yang kuat tentunya harus dikelola dengan baik, amal usahanya dikelola dengan baik. Jangan hanya sekedar punya umat, kalau hanya sekedar punya umatnya banyak itu seperti buih bisa diombang-ambingkan kemana-mana oleh ombak yang lebih besar,” jelas Hanief.

Dituturkan Hanief, Nahdlatul Ulama harus mempunyai basis sekaligus punya amal usaha yang bagus seperti punya rumah sakit, didaerah Nahdlatul Ulama misalnya kader bisa menentukan jadi Bupati, kita dukung kader sendiri kalau tidak nantinya kita diombang-ambingkan. Kedepan mari kita membangun bukan hanya punya STAINU dari tahun ke tahun tetap STAINU bisa tingkatkan menjadi Universitas.

“Begitu juga usaha Nahdlatul Ulama bisa diperkuat di bidang kesehatan seperti rumah sakit. sebetulnya Bapak Bupati Purworejo berpesan untuk mendorong PCNU Purworejo punya rumah sakit, beliau mengatakan untuk rumah sakit type D dan type C untuk cukup di kabupaten Purworejo, izinya kepada bapak Bupati, yang paling penting kita bekerja untuk itu, saya optimis pihak PCNU mampu untuk mendirikan rumah sakit, kalau perguruan itu tinggi izin ke Jakarta dan di Jakarta itu susahnya luar biasa untuk izin perguruan tinggi, kedepan tapi alhamdulillah untuk NU tidak dipersulit, tinggal kita ngomong sama Pak Menteri ngomong kepada Dirjen Dikti,” pesan Hanief.

Baca juga:  Raudhatul Athfal (RA) Al-Iman Bulus Gebang Purworejo Gelar Pelepasan 45 Siswa Angkatan ke VIII

Disampaikan Hanief, alhamdulillah sejak periode kepemimpinan Kyai Said Aqil Siradj, PBNU itu telah mendirikan 38 perguruan tinggi NU di seluruh Indonesia dan semuanya merupakan perguruan tinggi baru, itulah diharapkan kepada PCNU Purworejo untuk berkomitmen dan sungguh-sungguh serius untuk punya perguruan tinggi yang lebih baik, punya rumah sakit, itulah yang akan dikenang bukan hanya oleh masyarakat umum dan mungkin cucu kita.

“Jadi amal usaha itu adalah juga bisa dinikmati bukan hanya oleh NU tapi orang luar NU, siapapun saja yang mau kuliah di perguruan tinggi NU, siapapun saja yang mau apa berobat ke rumah sakit NU dan tidak ada masalah, semuanya bisa diakomodir lebih baik,” tutur Hanief.

Disebutkan Hanief, mengapa NU baru sekarang, pada tahun 1800-an perguruan tinggi kristen jumlahnya di Indonesia sudah 80 persen, jadi yang pertama kali pendidikan modern Itu adalah orang-orang Kristen, jadi wajar kalau orang kristen itu lebih awal, pada tahun 1945 pada saat 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, pada saat itu hanya punya 300 dokter, sekitar 150 insinyur, punya sarjana hukum 200-an, Indonesia merdeka punya sarjana ilmu ekonomi cuman 3 orang dan semuanya itu adalah bukan lulusan lndonesia lulusan mereka semua lulusan Belanda pulang ke Indonesia. Indonesia mulai meluluskan sarjana ketika sejak 1966 tahun 60-an itu sudah mulai banyak sarjana.

“kalau orang Kristen kumpul 10 orang itu jadi sekolah, kalau orang Katolik mungkin 25 orang jadi sekolah, mungkin 50 orang anggota Muhammadiyah ada di satu Desa di Kecamatan atau di kabupaten itu jadi sekolah, tetapi kalau orang NU itu baru menunggu 500 sampai 1 juta baru punya sekolah. Oleh karena itu kita harus berubah kita bisa bertekad jangan menunggu banyak orang, kita bisa mendirikan sekolah, kita mendirikan perguruan tinggi. Kedepan yang kami harapkan, kita sudah bukan zamannya lagi. Indonesia merdeka ini siapapun boleh berkreasi berprestasi punya cita-cita sukses bisa membangun perguruan tinggi,” sebut Hanief.

Baca juga:  Tim Peduli NU Purworejo, Salurkan Bantuan Korban Rumah Kebakaran Pak Sutarman di Bagelen

Dibeberkan Hanief, antara lain yang paling penting adalah pendidikan karakter oleh karena itu saya berharap sekolah dan perguruan tinggi NU kuat dalam pendidikan kepemimpinan karakter (leadership character). Pendidikan karakter yang terbaik itu bukan di sekolah, pesantren melainkan pendidikan karakter yang terbaik itu adalah di rumah, apalagi pada saat pandemi sekarang ini jangan kemudian di rumah tidak ada aktivitas.

“Kecerdasan akademik itu kontribusi kepada seseorang itu tidak banyak hanya 30 persen selebihnya adalah pendidikan karakter. Karakter kepemimpinan yang terbaik itu bukan di sekolah tapi di rumah, oleh karena itu jangan lalai orang tua yang sedang mendidik anaknya dirumah, melakukan pendidikan karakter kepemimpinan kepada anak-anaknya. Jadikan program sekolah yang mampu membangun karakter kepemimpinan di sekolah di rumahnya masing-masing,” sambung Hanief.

Dilanjutkan Hanief, pendidikan karakter yang terbaik bukan guru, pendidik karakter terbaik adalah orang tuanya sendiri, orang tua mendidik karakter yang terbaik bagi anaknya, orang tua adalah bukan siapa-siapa kalau orang tuanya tidak mampu menjadi teladan sukses sebagai anak-anak. Coba bayangkan Bapak Ibu sukses punya prestasi jadi Bupati, jadi gubernur kemudian mendidik anaknya, pasti anaknya percaya karena bisa mampu memberi teladan kepada anak-anaknya atas kesuksesan itu.

“Oleh karena itu NU jangan ragu-ragu untuk menerapkan Pendidikan karakter yang baik, terkait pendidikan karakter kecerdasan akademik itu menjadi sedikit fungsi nya, misalnya lulusan UGM nilai prestasi 4 dengan lulusan STAINU itu tidak jauh berbeda. Karena pendidikan karakter itulah sangat murah harganya dibandingkan dengan pendidikan akademik, tetapi semuanya saling mengaitkan. Kita doakan semoga STAINU kedepan lebih baik dalam mendidik karakter, dan kita doakan STAINU menjadi Institut yang mampu mendirikan rumah sakit di Kabupaten Purworejo,” pungkasnya.

Pewarta: Achmad Rohadi
Editor: MH/RA/LH

Artikel ini telah dibaca 69 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

“Kaligesing Hadirkan Demaji Ecopark, Taman Budaya Baru dengan Konsep Modern-Tradisional”

1 September 2024 - 14:23 WIB

“Disambut Lagu Yalal Wathon, Yophi-Lukman Hadiri Rapimcab PPP Purworejo”

25 Agustus 2024 - 19:37 WIB

Pengumuman Resmi KPU Purworejo: Jadwal dan Syarat Pendaftaran Pilkada 2024

25 Agustus 2024 - 06:40 WIB

MTs An Nawawi Berjan Selenggarakan Lomba Kostum Maskot dari Limbah Kertas dan Plastik

18 Agustus 2024 - 19:17 WIB

Haji 1445 H Berjalan Lancar, Kemenag Purworejo Ucapkan Terima Kasih

1 Agustus 2024 - 07:34 WIB

Potong tumpeng, dalam rangka sukses Haji 1445 H/2024 M

KPU Purworejo Gelar Media Gathering, Gandeng Pegiat Sosial Media untuk Sosialisasi Pemilihan Serentak 2024

30 Juli 2024 - 19:19 WIB

Trending di Berita