Kutoarjo – Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kutoarjo kembali menggelar Pengajian Selapanan Ahad Kliwon pada Minggu (31/8/2025) di Masjid Nurul Iman, Desa Majir, Kecamatan Kutoarjo. Pada kesempatan ini menghadirkan Kyai Wahid Hasyim dari Sokoharjo, Kutoarjo, yang menyampaikan mau‘idhoh hasanah tentang pentingnya menjaga empat pilar penyangga bangsa.
Dalam pengantarnya, Kyai Wahid Hasyim menegaskan bahwa kecintaan kepada Rasulullah SAW tidak cukup diwujudkan dalam bentuk ritual semata, tetapi harus tercermin dalam akhlak dan kepemimpinan. Nabi Muhammad, kata beliau, adalah rahmat bagi semesta alam, sehingga umat Islam dituntut meneladani kasih sayang dan kelembutannya.

Lebih jauh, ia menguraikan empat pilar yang menjadi penopang tegaknya bangsa dan agama. Pertama, ilmu para ulama yang harus diamalkan untuk membimbing umat. Kedua, keadilan para umara (pemimpin) yang menentukan arah sebuah bangsa. Ketiga, kedermawanan para aghniya (orang kaya) untuk menjaga keseimbangan sosial. Keempat, doa orang fakir yang tulus dan sabar, menjadi kekuatan spiritual bangsa.
“Kalau salah satu dari pilar ini runtuh, maka rapuhlah bangunan bangsa. Kalau ulama hanya diam, tidak berani bersuara terhadap kebatilan, atau bahkan menjual ilmunya demi kepentingan dunia, maka umat akan kehilangan arah. Kalau pemimpin berlaku zalim, menindas rakyat kecil, atau menggunakan hukum untuk kepentingan politik, maka negara akan hancur dari dalam. Kalau orang kaya hanya sibuk memperkaya diri, sementara tetangganya kelaparan, maka kesenjangan sosial akan menimbulkan kecemburuan, bahkan konflik, dan kalau orang fakir sabar, tawakal, dan doanya tulus, maka Allah akan mengangkat derajat bangsa. Tetapi jika orang fakir putus asa, gampang dihasut, maka ia bisa menjadi alat yang meruntuhkan tatanan,” tegasnya.
Dalam bagian lain ceramahnya, Kyai Wahid menyoroti kondisi bangsa saat ini yang masih diwarnai penyalahgunaan wewenang, ketidakadilan hukum, praktik korupsi, serta kesenjangan sosial. Menurutnya, bangsa Indonesia tidak kekurangan orang pintar, tetapi sering kekurangan orang jujur. Tidak kekurangan pemimpin, tetapi jarang yang benar-benar adil. Tidak kekurangan orang kaya, tetapi masih banyak yang abai pada penderitaan rakyat.
Ia menyinggung maraknya unjuk rasa masyarakat yang menyoroti kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil. Tidak jarang, demonstrasi tersebut berujung ricuh, diperparah dengan statemen sebagian pejabat negara yang justru menyakiti hati rakyat. Situasi ini, menurutnya, mencerminkan adanya pilar-pilar yang mulai melemah.
“Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tetapi sering kekurangan orang jujur. Tidak kekurangan pemimpin, tetapi jarang yang benar-benar adil. Tidak kekurangan orang kaya, tetapi masih banyak yang menutup mata pada penderitaan rakyat. Dan tidak sedikit orang-orang yang mudah diadu domba,” tegasnya.
Sebagai pengingat, ia menukil peringatan dalam Taurat Nabi Musa AS: ulama yang tidak mengamalkan ilmunya serupa dengan iblis, pemimpin zalim menyerupai Fir‘aun, orang kaya kikir laksana Qarun, dan fakir yang tak sabar atas kefakirannya seperti anjing menggonggong. Hal ini, jelasnya, menjadi cermin agar umat tidak terjerumus pada jalan yang menyesatkan.
Meski tantangan begitu nyata, optimisme tetap dikedepankan. Kyai Wahid menutup mau‘idhohnya dengan ajakan menjaga kerukunan antar elemen bangsa, memperkuat persatuan, serta menumbuhkan kepedulian sosial.
“NU lahir dengan semangat perjuangan dan hingga kini menjadi benteng akidah, moral, dan kebangsaan. Selama umat menjaga ilmu, keadilan, kepedulian, dan kesabaran, insyaAllah Indonesia akan tetap selamat, tenteram, dan diberkahi Allah SWT,” pungkasnya.
Sebelum mau‘idhoh, Kyai Fauzi Ahmad Sahin, Rois Syuriah MWCNU Kutoarjo, dalam sambutannya menyampaikan sejumlah program strategis. Pertama, pembukaan latihan pencak silat Pagar Nusa untuk remaja putra setiap malam Ahad pukul 20.00–23.00. Latihan akan dipusatkan di Tursino (wilayah utara) dan Suren (wilayah selatan). “Ini untuk membina kesehatan jasmani sekaligus rohani generasi muda,” ujarnya.
Kedua, MWCNU Kutoarjo memiliki program rutin Jamaah Rukyah Aswaja (JRA) setiap selesai pengajian Ahad Kliwon. Ketiga, program prioritas adalah mengaktifkan Kembali Koin NU, sejalan dengan arahan PCNU Purworejo. “Gerakan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan jam’iyyah dan warga nahdliyyin,” tegas Kyai Fauzi.
Sementara itu, Ketua Tanfidziyah MWCNU Kutoarjo, KH. Ahmad Wahidin, S.Pd.I, menegaskan kembali prinsip dasar NU. “Dalam akidah, kita mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Dalam ibadah fiqih, kita mengikuti empat mazhab, khususnya mazhab Syafi’i,” ungkapnya.
Beliau juga menyampaikan keprihatinan atas berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. NU, lanjutnya, terus berkomitmen untuk bersinergi dengan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur.
(HR/kta)






