PURWOREJO – Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 di Kabupaten Purworejo diawali dengan gagasan ideologis yang menggugah. Dalam Talkshow Spesial Hari Santri yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Purworejo dan disiarkan langsung melalui Irama FM 88.5, Jumat (10/10/2025), Ketua Tanfidziyah PCNU Purworejo, KH. Muhammad Haekal, S.Pd.I., memperluas makna santri melampaui batas-batas pesantren.
Menurutnya, gelar santri bukan semata-mata ditentukan oleh keberadaan fisik di lingkungan pondok pesantren, melainkan oleh semangat spiritual dan keilmuan seseorang dalam memperbaiki diri dan menuntut ilmu agama.

“Santri itu tentu tidak hanya yang secara fisik berada di pesantren. Santri juga adalah mereka yang aktif di langgar, di mushola, atau di majelis taklim.” ungkap KH. Haekal.
Pandangan ini menegaskan bahwa kesantrian adalah panggilan moral dan spiritual yang bisa disandang oleh siapa pun yang memiliki komitmen menempuh jalan ilmu dan ibadah. Santri, dengan demikian, adalah identitas keilmuan dan keikhlasan yang hidup di tengah masyarakat.

“Ngurusi NU” Sebagai Jalan Kesantrian dan Husnul Khotimah
Lebih jauh, KH. Haekal mengaitkan makna santri dengan khidmah dalam organisasi Nahdlatul Ulama. Ia mengutip dawuh pendiri NU, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, yang memberikan legitimasi spiritual luar biasa bagi para pengabdi jam’iyah.
“Bahkan bisa dimaknai lebih luas lagi, sebagaimana dawuh Kiai Hasyim Asy’ari: ‘Siapa yang mau ngurusi NU, aku anggap sebagai santriku, dan aku doakan khusnul khotimah,’” ujarnya.
Pernyataan ini, lanjutnya, menjadi sumber motivasi dan kekuatan moral bagi seluruh kader NU. Mengurus NU bukan hanya tugas organisatoris, tetapi juga manifestasi kesantrian yang berpahala dan dijanjikan keberkahan doa dari para muassis.
Santri dalam Gerak Jam’iyah NU
Gagasan tersebut sekaligus menegaskan bahwa seluruh elemen badan otonom (Banom) NU sejatinya adalah bagian dari keluarga besar santri. Mulai dari pemuda Ansor dan Banser yang menjaga marwah organisasi, Muslimat dan Fatayat yang memberdayakan umat, guru dan siswa Ma’arif yang mencerdaskan bangsa, hingga IPNU-IPPNU yang menanamkan nilai-nilai Aswaja di kalangan pelajar—semuanya adalah santri dalam makna hakiki.
“Mereka bukan sekadar pengurus organisasi, melainkan santri yang sedang menapaki jalan khidmah dan ibadah. Mereka menuntut ilmu melalui pengabdian,” imbuh KH. Haekal.
Santri: Identitas Abadi, Jalan Khidmah Sepanjang Hayat
Momentum Hari Santri 2025 di Purworejo ini menjadi penegasan bahwa kesantrian bukan status kelembagaan, melainkan jalan hidup. Menjadi santri berarti terus belajar, berjuang, dan berkhidmah demi kemaslahatan umat.
Dari bumi Purworejo, gema kesantrian itu kini menggema lebih luas, melintasi batas pesantren dan organisasi, menghidupkan kembali ruh perjuangan khidmah lillah yang diwariskan para ulama.
Kontributor: M Hidayatullah
Editor: Hardi






