LOANO — Ribuan warga Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, memadati jalanan sejak fajar, Minggu (28/9/2025). Dengan lantunan shalawat dan kibaran bendera hijau, mereka menempuh longmarch sejauh 20 kilometer dari Loano menuju makam KH Nur Muhammad Ngadiwongso, Salaman, Magelang, sebagai bentuk nazar dan rasa syukur atas terwujudnya Gedung Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Loano yang berdiri megah dan mandiri.
Dalam momentum penuh makna ini, Ketua PCNU Kabupaten Purworejo, KH. Muhammad Haekal, S.Pd.I., menyampaikan rasa syukur dan apresiasi setinggi-tingginya atas kekompakan serta keikhlasan keluarga besar NU Loano. Ia menilai semangat tersebut sebagai teladan nyata bagi kader dan pengurus NU di seluruh Purworejo.

“Saya ikut berbahagia dan bersyukur atas anugerah Allah Swt yang diberikan kepada keluarga besar NU Loano. Kekompakan, keikhlasan, dan semangat gotong royong yang ditunjukkan menjadi inspirasi bagi kita semua,” ujar KH. Haekal dalam sambutannya di sela kegiatan longmarch nazaran tersebut.
Beliau menegaskan, keberhasilan membangun gedung MWCNU Loano tidak hanya melahirkan bangunan fisik, tetapi juga memperkokoh spirit khidmah, kemandirian, dan cinta terhadap jam’iyah.
“Semoga gedung ini menjadi aset yang bermanfaat dan bermartabat untuk kemajuan serta pengabdian NU bagi jamaah dan masyarakat luas,” ungkapnya.
Perjalanan Spiritual dari Nazar Pribadi ke Gerakan Kolektif
Longmarch penuh makna ini berawal dari nazar Heri, Bendahara MWCNU Loano, yang berjanji akan berjalan kaki ke makam KH Nur Muhammad bila cita-cita memiliki gedung NU dapat terwujud. Siapa sangka, nazar itu menjelma menjadi gerakan massal.
“Awalnya hanya saya dan tiga rekan yang bernazar, tetapi semangat itu menular. Saya tidak menyangka hingga lebih dari seribu orang ikut menemani,” ucap Heri haru.
Dari anak-anak hingga para sesepuh, dari pelajar IPNU-IPPNU hingga ibu-ibu Muslimat dan Fatayat, semuanya larut dalam suasana syukur. Warga di sepanjang jalan menyambut rombongan dengan air minum dan doa restu, menjadikan perjalanan itu bukan sekadar langkah kaki, melainkan langkah hati menuju ridha Ilahi.
Gotong Royong Lima Tahun: Dari Amplop Kecil Menjadi Gedung Megah
Cita-cita memiliki gedung MWCNU sendiri telah dimulai sejak 2019. Dengan semangat kebersamaan, warga NU Loano rutin mengumpulkan sumbangan melalui iuran mingguan setiap pengajian. Amplop-amplop kecil berisi ribuan hingga ratusan ribu rupiah menjadi saksi tumbuhnya kepedulian dan loyalitas jamaah.
Lima tahun kemudian, hasilnya nyata: sebidang tanah terbeli, bangunan berdiri megah, dan semua biaya lunas tanpa utang.
“Setiap rupiah yang disumbangkan adalah bukti cinta terhadap jam’iyah. Ini bukan sekadar bangunan, melainkan wujud persatuan dan kemandirian umat,” ujar salah satu panitia pembangunan.
KH. Haekal pun menambahkan, proses panjang ini patut dicatat sebagai contoh nyata kemandirian umat di bawah panji Nahdlatul Ulama.
“Longmarch nazaran ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan spiritual yang lahir dari jerih payah, sedekah, dan partisipasi para pengurus serta badan otonom NU. Semoga Allah Swt melipatgandakan pahala atas perjuangan dan pengorbanan semua kader yang terlibat,” imbuhnya.
Apresiasi dan Langkah Lanjutan
Bupati Purworejo, Yuli Hastuti, turut hadir dan memberikan apresiasi tinggi atas perjuangan warga NU Loano.
“Keberhasilan ini menunjukkan bahwa keikhlasan dan kebersamaan mampu melahirkan karya besar. Gedung MWCNU Loano bukan hanya milik organisasi, tetapi juga kebanggaan masyarakat,” ujarnya.
Setelah keberhasilan ini, warga NU Loano berencana melanjutkan perjuangan dengan membangun Masjid KH Hasyim Asy’ari di kompleks gedung MWCNU sebagai pusat ibadah, pendidikan, dan dakwah.
Gedung MWCNU Loano kini berdiri tegak bukan sekadar sebagai simbol organisasi, tetapi sebagai monumen kebersamaan dan khidmah warga Nahdlatul Ulama. Dari amplop-amplop kecil yang dikumpulkan setiap Selasa, lahirlah bangunan besar yang menegaskan pesan: kebersamaan, keikhlasan, dan cinta terhadap jam’iyah adalah energi abadi perjuangan Nahdlatul Ulama.









